Oleh : Izzah
Mubarokah (Sekretaris LDK As-Salam 27)
Editor : Marie Indah Alfinnur
Biro Al-Qolam
Departemen Humas Dakwah Kreatif (HDK)
LDK As-Salam
As-Salam 28
AL-Fatih Generation
#JemputHidayahdenganDakwah
Mulai hari ini, Aku akan
menyibukkan diri dengan hal-hal yang penting. Aku akan rajin mengeramas rambut,
Aku akan rajin merawat wajah, Aku akan rajin membersihkan kamar, Aku akan
bangun pagi-pagi, mandi cepat-cepat. Ternyata!! banyak hal yang harus Aku
lakukan ya Ca ? mungkin Aku harus membuat list daftar supaya gak lupa.
Satu lagi wi ?
Iya aku tahu, Solat dan
Tilawah jangan lupa kan ?
Aku mengenal Dewi mungkin
lebih dari Aku mengenal diriku sendiri. Sejak SMA aku tinggal bersamanya di
satu kontrakan yang sama sampai aku dan dia kini menginjak tingkat terakhir
sebagai mahasiswa. Mungkin orang lain melihat kami berdua bagaikan seorang anak
kembar yang tak bisa dipisahkan. Terlepas dari itu semua yang aku tahu Dewi
adalah sahabat terbaikku, Aku tahu siapa Dia, Aku tahu latar
belakangnya yang tak pernah orang lain tahu. Dewi lahir dari seorang perempuan
yang entah siapa Ayahnya, hidupnya begitu berantakan sebelum Ia mengenalku. Dia
hanya butuh sahabat yang selalu mengingatkannya dan memberikan pelukan hangat
pengganti Ibunya saat Ia mulai terluka. Mungkin akulah sahabat terbaiknya.
Malam ini terasa begitu berbeda, aku lihat Dewi begitu cantik malam
ini. Bak seorang Dewi yang ingin bertemu Dewa nya. Senyumnya yang merekah
dengan warna bibir yang begitu merah, harumnya menusuk hidungku sampai aku
bersin di buatnya.
Mau kemana Wi ?
Tenang Ca, aku bukan anak kecil lagi yang harus selalu lapor
kemanapun aku pergi, toh kamu bukan ibuku ?
Kata itu selalu muncul dari mulut
Dewi yang tak pernah kudengar sebulan lalu setelah Dewi membuat list daftar
harian kegiatannya.
Ntah apa yang membuatnya
berubah, aku tak berani menegurnya. Aku pikir perkataan
Dewi benar bahwa kita sudah dewasa dan memang benar bukan tugasku lagi untuk
terus mengingatkannya.
Dewi terus sibuk dengan Smartphone nya, Ia menjadi lebih
rajin memegangnya. Tak biasanya Ia membuat password di Smartphone nya dan Ia rahasiakan
padaku. Setiap kali Ia mendengar ada pesan masuk, aku melihat senyumnya yang
membuat pipinya memerah, tapi Ia umpat senyum itu setiap kali aku datang.
“OH, Cinta, jiwaku musnah dihangus api yang kau sulut di dalam
diri. Semula kukira aku sudah mengenal api. Ternyata aku hanya tahu hangatnya
lampu. Api yang ini berkobar tak terkendali. Tubuhku dibakar bara asmara. Tak
kuasa aku memadamkannya. Kalau ini kegilaan, bukan aku yang memulainya. Tapi
cintalah yang telah menyalakan sumbu kegilaanku tanpa rasa iba”.(anton kurnia, 2014 dalam
novel magadir).
Wi status FB mu ?
Apa sih Ca, kan itu Cuma kutipan dari novel. Bukan berarti aku lagi
kasmaran kan? Jangan su uzon terus kamu sama aku
Maaf Wi
Sejak saat itu aku putuskan untuk tak
perlu tahu apa-apa mengenai Dewi. Aku biarkan Ia bermain dengan apa yang Ia
suka dan apa yang ia mau, karna mungkin ini cara terbaikku untuk menjadi
sahabatnya seutuhnya.
22:00 WIB, Dewi kok belum
pulang ya, hmmmm perasaan ku gak enak. Aku coba telpon dulu deh.
“Maaf nomor yang Anda tuju sedang
tidak aktif atau berada diluar jangkauan”.
Perasaanku semakin tak karuan, ku tarik jaket yang menggantung di pintu lemari,
kupakai jilbab sembarang yang ada dihadapanku, aku berlari sampai aku terlupa
mengenakan alas kaki. Kucari Dewi disetiap sudut kota ini, tidak ada angkot yang beroperasi di malam
hari. Aku ingat, aku dan dewi mempunyai tempat yang sering kami kunjungi saat
kami merasa suntuk untuk sekedar mencari udara sejuk.
Ya, danau. Danau dibelakang kontrakan kita
Aku segera berlari sampai aku tak sadarkan diri aku menginjak paku
yang menusuk kedalam kakiku ini. Tapi rasa itu tak sesakit rasa sesak dihatiku
yang belum terlihat dimana dewi berada.
Dewi, aku berusaha ingin memanggilnya tapi suaraku tersedak di kerongkongan
saatku mendengar tangisnya.
Dewi tersungkur menangis dibawah
pohon dekat danau. Tak kulihat lagi raut senyumnya, baju yang indah dandanan
yang begitu mempesona. Yang ku lihat sekarang hanya wajah sendu dan air mata
yang terus mengalir diwajahnya.
Saat Dewi mengangkat
wajahnya dan menyadari aku di depannya, Ia langsung memelukku dengan erat.
Maafin aku Ca, maaf aku gak
pernah cerita apa-apa ke kamu. Aku berpikir bahwa
cintanya akan membawaku dalam kebahagiaan. Karna aku baru tahu rasanya, aku berpikir aku gak
akan memerlukanmu lagi, aku pikir ini cara
terbaik yang aku ambil. Suaranya begitu
berat dan memekik seolah ada beban berat di dadanya
Gak ada yang luka kan Wi?
Engga Ca, ternyata dia adalah perampok Ca, engga cuma
hatiku yang ia rampok tapi Ia merampok
seluruh barang-barangku dan tasku, lalu Ia pergi meninggalkanku. Aku malu untuk pulang Ca, aku malu
menceritakan ini semua.
Aku yang jahat Wi, Apa aku
pantas disebut sahabat ?
Saat aku tahu sahabatku berubah, aku membiarkanmu begitu saja.
Harusnya aku menegurmu, mengingatkanmu, menasihatimu meski itu
menyakiti hatimu.
Harusnya aku mencegahmu berangkat dengan pakaian seperti itu, dengan
bibir bergincu.
Harusnya aku marah membirkanmu keluar bak biduan yang ingin mengisi
nafsu-nafsu lelaki hidung belang.
Harusnya aku biarkan kamu mengamuk padaku, memarahiku saat aku
melarangmu. Karena aku masih bisa melihatmu baik-baik saja didalam kamarmu.
Apa Aku Pantas disebut
Sahabat ?
Tamat
Sahabat yang baik bukan
hanya sekedar sahabat yang bisa membuatmu senang
Yang bisa kau ajak
nongkrong-nongkrong di pinggir jalan, mentraktir makan, dan
kesenangan-kesenangan lain yang Ia berikan.
Itu bukan sahabat...
Ketika Ia belum mampu
menasihatimu dalam kebaikan
Ketika Ia masih
membiarkanmu dalam keburukan
Karena sahabat sejati
adalah sahabat yang jika melihatnya semakin bertambah iman di hati
Ketika Ia berbicara, yang
terucap adalah sebuah perkataan baik yang menyejukkan diri
Saat kita berubah, dia
orang pertama yang mengingatkan untuk kembali dalam dekapan Ilahi
Ini yang dinamakan sahabat
Surgawi
Tulisan ini Ku persembahkan :
Teruntuk sahabat-sahabatku
yang selalu kucintai karena Allah.
Maaf jika aku masih belum
bisa menjadi sahabat terbaikmu di dunia ini.
Tapi satu pintaku pada
Allah, semoga kita bisa menjadi sahabat di Surga-Nya nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar